“Kau harus membantuku,Dit…”
“Aku tau,”langkahnya semakin cepat menuju taman kompleks.Genggaman tangannya yang begitu erat membuatku merasa kalau dia sedang berpikir keras sekarang.”Terus apalagi yang dikatakan ibumu?”
“Dia merasa kalau sekolah asrama itu bagus buatku.Aku bisa jadi lebih mandiri dan ___ prospek masa depannya bisa lebih terjamin,”tapi mengingat penjelasan ibu semalam membuatku bergidik ngeri.Proses pembelajaran 9 jam, kafetaria dengan asupan gizi yang berlebihan, kegiatan belajar malam, bangun jam 4 pagi, olahraga pagi lari keliling asrama dan sekolah____ oh,dia sedang tidak mencoba membunuhku,kan?
“Masa depan?”rahangnya mengeras.Tatapannya semakin tajam ke depan dan tidak menoleh sedikitpun kearahku. “apa masa depan yang ibumu maksud adalah menjauhkanmu dariku?”
“Radit,bukan seperti itu…,”
“Lalu apa?”nafasnya memburu.Aku tau dia sedang kesal.”Masa depan seseorang tidak ada hubungannya dengan sekolah asrama atau bukan.Ibumu berkata seperti itu agar kau jauh dariku,”
“Radit…,”
“Sudah berapa kali ibumu berusaha menjauhkan kita?”langkahnya terhenti dan berbalik memandangiku.
“Lima belas kali,”kataku lemas.Dan itu memang benar.Ibu selalu mencoba untuk menjauhkan kami berdua.Tapi rencana Radit berhasil menggagalkannya.”Terhitung dengan yang sekarang___ enam belas,”
“Dan masih dengan masalah yang sama,”lanjutnya lagi
Aku mengangguk pelan.Sepertinya memang tidak mudah bagi ibuku untuk melupakan kejadian itu yang sebenarnya hanya sebuah kesalahpahaman kecil.Dia datang pada saat aku berada dalam pelukan Radit.Padahal yang terjadi adalah aku terjatuh dari tangga dan Radit hanya berusaha untuk menolongku.Tapi ibu sama sekali tidak memberiku kesempatan untuk menjelaskannya.Yang ada malah aku dihukum dan tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan Radit selamanya.
“Sepertinya selamanya aku akan dibenci oleh ibumu…,”suaranya kali ini terdengar parau___putus asa dengan keadaan.Langkahnya lunglai menuju bangku taman dan menyandarkan tubuhnya.Aku mengikutinya dari belakang.Ia meraih tanganku untuk duduk bersamanya.”Apa aku harus bersujud di depannya dan minta maaf?”
“Tidak seperti itu juga…,”
“Atau mungkin lebih baik kita putus saja…,”
“APA?” dia tidak sedang bercandakan?yang benar saja. “Kau ingin kita____tidak.Kau tidak boleh____berani-beraninya kau_____,”
“Azura… Azura…,”
“Tidak.Aku tidak mau.Bagaimana mungkin kau bisa memutuskan_____Itu tidak akan pernah terjadi,Radit,”aku mulai marah sekarang.”Tidak,”
“Hei,”tangannya menyentuh pipiku dan menatapku lekat-lekat.”Tenang…,’
Aku terdiam sejenak.Bingung.Apa sebenarnya yang dia pikirkan?
“Kau tidak benar-benarkan____,”suaraku terdengar parau
“Tentu tidak,Azura…,”ia membelai wajahku “Bisa kau bayangkan bagaimana jadinya kalau itu benar-benar terjadi?jadi tenanglah,”
Tapi jantungku tidak mau tenang.
“Tidak akan pernah?”bisikku.Berusaha meyakinkan kalau hal itu benar-benar tidak akan terjadi.
“Tidak akan,”ia membelai rambutku dan memainkannya dengan jari-jarinya yang putih.”hanya saja…,”
“Apa?”
“Aku tidak yakin apa rencanaku kali ini akan benar-benar berhasil,”
Rencana?Dahiku berkerut dan terus menatapnya.Apalagi yang akan dilakukan Radit kali ini?Dia tidak serius untuk bersujud dihadapan ibuku dan meminta maaf,kan?Atau jangan-jangan dia akan melakukan hal-hal nekat lagi seperti yang dilakukannya kemarin-kemarin? Aku mencium sesuatu yang tidak beres.
“Apa yang sedang kau rencanakan,Radit?”Aku tidak bisa lagi menahan rasa penasaranku.
Radit tidak menjawab.Ia terus bermain dengan rambutku.Dan kemudian menghela nafas.Aku menunggu.
“Kau percaya padaku,kan?”
“Ya,”
“Kalau begitu pulanglah ke rumah dan katakan pada ibumu kalau kita putus…,”
“Apa?bukankah tadi kau bilang kalau_____,”
“Lakukan saja,”potongnya.Tatapannya yang lembut berubah menjadi sangat serius. “ sekolah akan dimulai.Turuti saja apa kata ibumu.Kita bertemu seminggu lagi,”
Aku semakin bingung.Sikapnya kali ini berbeda.Tidak seperti biasanya saat menghadapi ibuku.Radit terlihat tegang.Dan aku tahu,kalau aku bertanya lebih jauh lagi itu tidak akan menghasilkan apa-apa.Dia akan memilih diam daripada menjawab pertanyaanku.
“Ada sesuatu yang ingin kau tanyakan?”
“Tidak,”kataku “Tidak hari ini.Mungkin nanti.Seminggu kemudian____akan ada segudang pertanyaan untukmu,Tuan besar,”
Radit akhirnya bisa tertawa.Tidak ada lagi wajahnya yang tegang.Namun itu cuma sebentar.Ia terdiam.Menggenggam erat tanganku dan menatapku lebih lama.Andai aku bisa menembus ke dalam matanya dan membaca apa yang sedang dipikirkannya sekarang.Tapi yang kulihat hanya bayanganku sendiri.
“Kuharap kau tidak berpikiran yang macam-macam,Azura…,”bisiknya. Apakah itu yang sedang dipikirkannya?
“Ya,tentu,”
Radit mengangguk lemah.Ia berdiri dan menarikku kearahnya.
“Mungkin sebaiknya kuantar kau pulang sekarang,”
Benar.Waktunya pulang.Jadi,apa aku tidak akan bertemu dengannya selama seminggu ini? Sungguh.Ini benar-benar tidak adil buatku.
0 komentar:
Posting Komentar